Lompat ke isi utama

Berita

PENTINGNYA SINERGISITAS SENTRA PENEGAKKAN HUKUM TERPADU (GAKKUMDU)

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (DPRD), yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)  Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat diharapkan dapat menjadi motivasi dalam pelaksanaan pemilihan umum, dan yang paling utama meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.  Jika demokrasi diartikan sebagai pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat sesuai yang dinyatakan Abraham Lincoln, maka cara yang paling tepat untuk menentukan pemerintahan itu dilakukan melalui sistem pemilihan umum. Dengan di mulainya tahapan Pemilu maka berlakulah Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum  sebagai  Lex Specialis derogat legi generalli yakni Asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum  (lex generalis). Ada beberapa jenis dugaan pelanggaran pemilu menurut Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum yaitu Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu, Pelanggaran Administratif Pemilu, Tindak Pidana Pemilu dan atau Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan lainnyas. Sedangkan,  untuk laporan atau temuan tindak pidana pemilu diteruskan oleh Pengawas Pemilu untuk dilakukan Pembahasan.

Perananan Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan Pola Penanganan Tindak Pidana Pemilu

Sentra Penegakkan Hukum Terpadu yang selanjutnya disebut Gakkumdu adalah pusat aktivitas penegakkan hukum tindak pidana pemilu yang terdiri atas unsur Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepolisian Daerah, dan/atau Kepolisian Resort, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia , Kejaksaan Tinggi, dan/atau Kejaksaan Negeri.  Pembentukan Gakkumdu diatur dalam Pasal 486 Ayat (1) Undang-undang Nomor 7  Tahun 2017 tentang  Pemilihan Umum yang berbunyi “Untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilu, Bawaslu, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia membentuk Gakkumdu”. Selanjutnya ketentuan lebih lanjut mengenai Gakkumdu diatur dengan Peraturan Bawaslu Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2018 Sentra Penegakkan Hukum Terpadu. Jika proses Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana Pemilu tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 maka dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Keanggotaan Gakkumdu terdiri atas Pengawas Pemilu, Pembina Gakkumdu dan Jaksa serta struktur organisasinya terdiri atas Penasihat Gakkumdu, Pembina Gakkumdu, Koordinator Gakkumdu  dan Anggota Gakkumdu. Dalam penanganan tindak pidana pemilu berdasarkan asas keadilan, kepastian, kemanfaatan, persamaan dimuka hukum, praduga tidak bersalah dan legalitas. Sementara mengenai pola penaganan Sentra Gakkumdu dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu :  Penerimaan temuan dan laporan yang diterima oleh Pengawas Pemilu yang didampingi oleh penyidik dan jaksa guna menidentifikasi, verifikasi, dan konsultasi terhadap temuan atau laporan dugaan tindak pidana pemilu. Pembahasan Pertama, Pengawas Pemilu bersama dengan Penyidik dan Jaksa melakukan pembahasan pertama paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak tanggal temuan atau laporan diterima oleh Pengawas Pemilu. Kajian Pelanggaran Pemilu, Pengawas Pemilu melakukan kajian terhadap temuan atau laporan pelanggaran pemilu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah temuan atau laporan diterima dan diregistrasi oleh Pengawas Pemilu dan ditambah 7 (hari) hari jika memerlukan keterangan tambahan, Pengawas Pemilu dapat mengundang Pelapor, terlapor, saksi, dan/atau ahli untuk dimintai keterangan dan/atau klarifikasi yang didampingi oleh penyidik dan jaksa.Pembahasan kedua, Pengawas Pemilu bersama dengan penyidik dan jaksa melakukan pembahasan kedua paling lama 14 (empat belas) hari sejak temuan atau laporan diterima dan diregistrasi oleh Pengawas Pemilu untuk menyimpulkan temuan atau laporan merupakan tindak pidana pemilu atau bukan tindak pidana pemilu. Rapat Pleno Pengawas Pemilu,Pengawas Pemilu melakukan rapat pleno untuk memutuskan temuan atau laporan ditingkatkan ke tahap penyidikan atau dihentikan. Penyidikan, Penyidik melakukan penyidikan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak laporan dugaan tindak pidana pemilu yang diteruskan oleh Pengawas Pemilu yang didampingi dan dimonitoring oleh Jaksa. Pembahasan Ketiga, Pembahasan ketiga dihadiri oleh Pengawas Pemilu, Penyidik dan Jaksa untuk menghasilkan kesimpulan dapat atau tidaknya perkara dilimpahkan kepada Jaksa. Penuntutan, Penuntut Umum melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan Negeri paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak berkas perkara diterima dari penyidik. Praperadilan,ketika permohonan Praperadilan baik dalam tingkat penyidikan atau penuntutan maka pengawas pemilu, penyidik dan/atau Penuntut Umum melakukan dan monitoring. Pembahaan Keempat, Gakkumdu sesuai dengan tingkatannya melakukan Pembahasan Keempat paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah putusan pengadilan dibacakan untuk menentukan sikap melakukan upaya hukum terhadap putusan pengadilan atau melaksanakan putusan pengadilan. Dalam hal pembahasan keempat Sentra Penegakkan Hukum Terpadu melakukan upaya hukum banding, penuntut umum membuat memori banding dan/atau kontra memori banding paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.

Masalah-masalah dalam Sentra Penegakkan Hukum terpadu (Gakkumdu)

Salah satu hal khusus dalam penanganan tindak pidana Pemilu dari tindak pidana lainnya yaitu adanya peran Bawaslu sebagai pintu gerbang terjadinya Pelanggaran Pemilu baik  yang diterima oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu Luar Negeri dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara. Pengawas Pemilu hanya sebagai pintu masuk Sehingga kalau kita bicara dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu maka harapan itu ada di Sentra Peneggakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu), Keputusan selanjutnya berada di pundak 3 (tiga) Intansi Penegak Hukum yaitu Pengawas Pemilu, Kepolisian dan Kejaksaan.

Meskipun maksud dan tujuan dibentuknya Gakkumdu adalah untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana pemilu yang berprinsip berdasarkan kebenaran, cepat, sederhana, biaya murah, dan tidak memihak namun dalam prakteknya ada saja permasalahan yang masih sering terjadi dalam Sentra penegakkan Hukum terpadu Gakkumdu), permasalahan yang sering ditemui masih adanya ego sektoral dari masing-masing unsur penegak hukum sehingga menjadi perdebatan kontraproduktif yang akan berdampak pada kasus yang sedang ditangani serta  permasalahan yang juga sering terjadi kurangnya koordinasi antar intansi yang tergabung dalam Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Namun masalah-masalah tersebut bisa diatasi jika sering melakukan Rapat Koordinasi yang dilakukan oleh Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan pelatihan-pelatihan guna menambah kemampuan dalam menyikapi ataupun menyelesaikan terkait dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu serta menjalin komunikasi yang baik antara intansi penegak hukum pemilu sehingga sinergitas Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) sesuai dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil . Dan  penanganan tindak pidana pemilu ini diharapkan dapat secara efektif menjawab berbagai masalah-masalah yang terjadi di dalam sentra Gakkumdu tersebut demi terwujudnya Integrated Criminal Justice System.

Pangkalpinang, 01 Oktober 2019

Tag
Artikel